Minggu, 17 April 2016

BA’I BITSAMAN AJIL

BA’I BITSAMAN AJIL
Disusun untuk memenuhi Tugas Sistem Operasional Bank Syariah
Dosen pengampu : Gita Danupranata, S.E, M.M.




Disusun oleh :

Sarah Juniastuti                             (20140730004)
Muhammad Hasman                    (20140730005)
Tami Pratamia Putr                      (20140730014)
Nisa Isna Aufiya                             (20140730024)
Eko Wahyudi Sarifudin                (20140730046)


PROGRAM STUDI EKONOMI DAN PERBANKAN ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2014/2015



BAI’ BITSAMAN AJIL
A.    PENDAHULUAN
Sistem Perbankan Islam telah mengamalkan mekanisme-mekanisme yang dapat menghindari riba’ sepenuhnya. Mekanisme yang digunakan ialah pembiayaan Al-Bai’Bitsaman Ajil, al-Murabahah dan al-Mudarabah. Dalam sistem perbankan konvensional pula,’Skim Perbankan Tanpa Faedah’ (SPTF) telah dilaksanakan. Selain itu, terdapat mekanisme pembiayaan tanpa riba’ lain yang terdapat dalam sistem Perbankan Islam.Antaranya adalah seperti Bai’ Al-Inah, Al-Wakalah, Al-Ijarah, Bai’Al-Salam, Bai’ Al-Dayn, Al-Hiwalah dan Al-Bai’ Al-Tijari. Mekanisme pembiayaan Al-Bai’ Bithaman Ajil telah digunakan secara meluas dalam kebanyakan sistem Perbankan Islam di Malaysia. Mekanisme pembiayaan Al-Bai’ Bitsaman Ajil, al-Murabahah dan al-Mudarabah telah berjaya dilaksanakan oleh Bank Islam dan semua bank konvensional yang mempunyai lesen untuk menjalankan sebahagian daripada prinsip syariah Perbankan Islam. Mekanisme ini turut dilaksanakan oleh Bank Rakyat, Koperasi Muslimin, Koperasi Belia Islam (KBI) dan Koperasi Kohilal yang menjalankan mekanisme pembiayaan al-murabahah. Ketiga-tiga mekanisme tersebut telah mencatatkan jumlah pemohon paling ramai berbanding mekanisme lain. Pembiayaan tersebut turut dilaksanakan oleh bank konvensional dan telah telah merekodkan jumlah peratusan yang paling tinggi berbanding mekanisme lain.
Al-Bai’ Bitsaman Ajil lebih dikenali sebagai jualan harga tertangguh. Urus niaga al-Bai’Bitsaman Ajil melibatkan proses menjual sesuatu dengan disegerakan penyerahan barang dan ditangguhkan pembayarannya sehingga ke satu waktu atau tempoh yang telah ditetapkan. Menurut kertas seminar BIMB (modul III: Al-Bai’ Bitsaman Ajil ) di Kuala Lumpur pada tahun 1994, Al- Bai’ Bitsaman Ajil ialah satu kontrak perjanjian oleh pembiaya untuk membeli harta yang dikehendaki oleh pelanggan. Pembiaya akan menjual semula harta yang dibelinya itu kepada pelanggan tersebut dengan harga pokok dan keuntungan. Namun, pelanggan tersebut akan membayarnya secara bertangguh mengikut tempoh masa yang ditetapkan dan dibayar dengan jumlah tertentu secara beransur-ansur. Pembiaya biasanya merupakan pihak bank.



B.     Pengertian Bai’ Bitsaman Ajil
Pengertian bai’ bitsaman ajil adalah jual beli komoditas, di mana pembayaran atas harga jual dilakukan dengan tempo atau waktu tertentu di waktu yang mendatang. Bai’ bitsaman ajilakan sah jika waktu pembayaran ditentukan secara pasti, seperti dengan menyebut periode waktu secara spesifik, misalnya 2 atau 3 bulan mendatang. Jika jangka waktu pembayaran tidak ditentukan secara spesifik, maka akad jual beli batal adanya. Dalam pelaksanaanya dengan cara bank membeli atau memberi surat kuasa kepada nasabah untuk membelikan barang yang diperlukannya atas nama bank. Selanjutnya, pada saat yang sama bank menjual barang tersebut kepada nasabah denga harga sebesar harga pokok ditambah sejumlah keuntungan, di mana jangka waktu serta besarnya angsuran berdasarkan kesepakatan bersama antara bank dan nasabah.
Bai’ Bitsaman Ajil merupakan akad jual beli dan bukan merupakan pemberian pinjaman. Jual beli Bai’ Bitsaman Ajil adalah jual beli tangguh dan bukan jual beli spot (Bai’= jual beli, Tsaman= harga, Ajil= penangguhan) sehingga Bai’ Bitsaman Ajil termasuk dalam kategori perdagangan dan perniagaan yang dibolehkan syariah. Oleh karena itu, keuntungan dari jual beli Bai’ Bitsaman Ajil halal, sedangkan keuntungan dari pemberian pinjaman adalah riba yang diharamkan oleh syariah.
C.    Dasar Hukum Bai’ Bitsaman Ajil
Al-qur’an mengizinkan transaksi dalam bisnis selagi transaksi tersebut tidak keluar dari konteks syari’ah (agama). Menurut Muhammad (2000:23), adapun ayat-ayat yang dapat dijadikan rujukan dasar akad Bai’ Bitsaman Ajil, adalah sebagai berikut: Artinya: “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu makan hak sesamamu dengan jalan yang bathil kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu” (An-Nisa’: 29). Penjelasan: Jual beli dimana murabahah dan al-bai’ bitsamanan ajil merupakan bagian terpenting dari padanya, merupakan bagian terbesar dari rangkaian perniagaan dan bisnis Pada surat Al-baqarah ayat 275 juga telah dijelaskan yang berbunyi: Artinya: “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
Kalimat diatas menjelaskan bahwa Allah itu tidak melarang adanya praktek jual beli tetapi Allah melarang/mengharamkan adanya riba. Dan dalam Hadist juga telah disebutkan, Muhammad (2000:23) yang berbunyi: “Dari Suhaib r.a bahwa Rosullah SAW bersabda: ada tiga perkara yang didalamnya terdapat keberkatan, yaitu: menjual secara kredit, muqaradhah (nama lain dari mudharabah), mencampurkan tepung dengan gandum untuk kepentingan rumah tangga dan bukan untuk dijual ” (HR. Ibnu Majah No: 2280). Penjelasan: Al-murabahah dan Al-bai’ Bitsamanan Ajil merupakan salah satu bentuk pembiayaan secara kredit karena pembiayaannya dilakukan pada waktu jatuh tempo atau secara cicilan.
D.    Rukun dan Syarat Bai’ Bitsaman Ajil
Al Bai’ Bithaman Ajil adalah Ba’I al-Murabahah yang di bayarkan secara tangguh. Syarat-syarat dan rukun dasar dari produk ini sama dengan murabahah . Perbedaan diantara keduanya terletak pada cara pembayaran, dimana pada pembiayaan murabahah pembayaran ditunaikan setelah berlangsungnya akad kredit, sedangkan pada pembiayaan Al Bai’Bithaman Ajil cicilan baru dilakukan setelah nasabah penerima barang mampu memperlihatkan hasil usahanya.
·         Rukunnya, yaitu:
a.       Penjual
b.       Pembeli
c.       Barang yang diperjual-belikan
d.      Harga dan
e.       Ijab- qabul
·         Syarat-syarat BBA:
a.       Pihak yang berakad
1.      Sama-sama ridha/ikhlas
2.      Mempunyai kekuasaan untuk melakukan jual beli.
b.      Barang objek
1.      Barang meskipun tidak di tempat, namun ada pernyataan  kesanggupan untuk      mengadakan barang tersebut.
2.      Barang itu milik sah penjual dan sesuai dengan pernyataan penjual.
3.      Barang yang diperjual belikan harus berwujud.
4.      Tidak termasuk kategori yang diharamkan.
c.       Harga
1.      Harga jual beli bank adalah harga beli ditambah margin keuntungan.
2.      Harga jual tidak boleh berubah selama masa perjanjian.
3.      Sistem pembayaran dan jangka waktunya disepakati bersama

E.     Aplikasi Bai’ Bitsaman Ajil dalam Perbankan
Pada akad ini, pembiayaan syariah dilakukan untuk membantu memfasilitasi masyarakat agar dapat memiliki rumah yang diinginkan sesuai kemampuan. Fasilitas yang diberikan ini adalah salah satunya berupa pembiayaan syariah dengan akad BBA. Akad atau kontrak dalam pembiayaan rumah ini merupakan akad jual beli, yang paling banyak diterapkan di bank-bank Islam di Timur Tengah. Akad ini adalah akad Murabahah, yaitu bank melakukan pembelian rumah terlebih dahulu, dan menjualnya kepada konsumen dengan keuntungan yang disepakati. Apabila pembeli rumah tidak memiliki kemampuan untuk membayar penuh, maka bank pun dapat memberikan keringanan kepada pembeli rumah. Pembeli rumah berhutang kepada bank untuk nilai uang yang disepakati setelah pembelian rumah dilakukan. Dan dari pinjaman ini, bank tidak diperbolehkan untuk mengambil riba berupa bunga dari pembeli rumah. Transaksi jual beli Murabahah dengan pembayaran yang ditunda biasa dikenal dengan istilah akad BBA.
Banyak umat Islam melihat transaksi ini adalah transaksi yang serupa dengan bunga dari suatu pinjaman. Tetapi menurut para cendekiawan muslim, transaksi ini telah memenuhi beberapa kondisi yang memang tidak melanggar aturan syariah. Penjualan rumah oleh bank kepada pembeli rumah dilakukan setelah bank membeli rumah dari penjual rumah. Pada saat ini, status kepemilikan rumah telah berpindah dari penjual yang lama ke bank. Dan pada saat bank sudah menjual rumahnya kepada pembeli rumah yang disertai dengan pengambilan keuntungan yang disepakati, maka status kepemilikan rumah saat ini telah berpindah kepada pembeli rumah. Di dalam prakteknya, akad ini memiliki simpangan dengan definisi dari sisi teoritisnya. Kepemilikan rumah baru diberikan oleh bank kepada pembeli rumah pada saat pembeli rumah melakukan pelunasan. Artinya telah terjadi kejanggalan akad BBA yaitu status perpindahan kepemilikan rumah seharusnya terjadi pada saat akad tersebut baru dilakukan, yang diikuti dengan pinjaman yang harus dibayarkan oleh pembeli rumah kepada bank.




F.     Kelebihan dan Kekurangan Produk Ba’i Bithaman Ajil
1.      Kelebihan Produk Ba’i Bithaman Ajil
Adanya jenis transaksi ini di dalam Islam tentu memberikan banyak keringanan dan kemudahan. Sebab tidak semua orang mampu membeli barang kebutuhan dengan sekali bayar. Pada barang kebutuhan itu memang sesuatu yang mutlak diperlukan. Apalagi para pegawai yang penghasilannya terbatas. Tidak mungkin bisa dapat membeli barang kebutuhan hidupnya seperti rumah, kendaraan atau perabot rumah tangga yang harga berkali-kali lipat dari gaji bulanannya.
Sebenarnya seseorang yang penghasilannya pas-pasan bisa saja menabung dan bersabar untuk tidak membeli barang yang harganya mahal itu secepatnya. Tetapi kita sekarang ini hidup di zaman yang serba cepat dan kebutuhan akan barang-barang itu sedemikian penting. Sehingga kalau pun menabung, maka akan dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa memilikinya. Apalagi tidak semua orang punya bakat untuk menabung, sebab ketika uang ada di tangan, seringkali orang tergoda untuk membelanjakannya.
Di sisi lain, para penjual barangpun berusaha untuk membuat barangnya segera laku terjual. Sebab bila stok barang hanya menumpuk di toko, maka kerugian akan terjadi. Maka lebih baik barang bisa segera terjual meskipun pembayarannya ditangguhkan. Jadi baik pembeli maupun penjual sama-sama punya kepentingan.
Pembeli butuh barang segera tapi uangnya kurang. Sedangkan penjual butuh barangnya segera laku meski pembayarannya tidak tunai. Dan jalan keluar dari semua itu adalah Bai` Bits-Tsaman Ajil ini.
Al-bai’ bithaman ajil banyak memberikan manfaat kepada bank syariah. Salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem al-bai’ bithaman ajil juga sangat sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di bank syariah.
 2. Kekurangan Produk Ba’i Bitsaman Ajil
Namun pada praktek dan aplikasinya seperti diatas, produk ini seringkali terlanggar akibat kurang dipahaminya prinsip syariah, juga karena batas antara akad ini dengan akad lainnya sedemikian tipis. Ketika pihak bank menitipkan uang untuk membeli barang kepada pihak pembeli yang nantinya akan dibeli lagi oleh pembeli itu dengan harga yang lebih tinggi, ada celah yang bisa dimanfaatkan. Antara lain uang titipan itu tidak dibelikan barang yang dimaksud. Tetapi digunakan untuk keperluan yang lain. Lalu bila jatuh temponya, si pembeli melunasi pembayaran yang sudah dimark-up kepada pihak bank.Kalau yang terjadi demikian, maka tidak ada bedanya dengan pinjaman uang berbunga. Dan alasan pembeli butuh barang hanyalah kamuflase belaka. Sebab pada prakteknya yang terjadi justru sebuah transaksi pinjam uang dengan kewajiban penambahan nilai pengembaliannya. Dan praktek itu jelas sebuah transaksi ribawi yang sejak dini telah diharamkan oleh kitab dan sunnah.
Sehingga bila sebuah bank syariah sampai terjebak dengan akad model begini, nilai syariahnya menjadi hilang dan syariah itu hanya tinggal assessoris yang tidak ada gunanya serta cenderung menipu ummat. Pada titik ini, sebuah bank yang berlabelkan syariah harus hati-hati. Sebab umat Islam menganggap apa yang dilakukan oleh bank syariah pastilah sudah seusai dengan syariah. Sehingga kalau sampai terjadi hal-hal yang diharamkan Allah, tentunya dosa dan azab sepenuhnya dibebankan kepada pemegang kebijakan bank itu.
 FLOWCHART


Penjelasan :
1.      Supplier menawaran asset (rumah) kepada nasabah.
2.      Setelah nasabah tertarik dengan asset yang di tawarkan supplier, kemudian nasabah datang ke bank untuk mengajukan pembiayaan murobbah BBA.
3.      Customer service menjelaskan persyaratan BBA yang harus dipenuhi oleh nasabah dan customer servie memberikan form.
4.      Nasabah mengisi form dan melengkapi persyaratan pembiayaan BBA seperti : KTP, KK, Surat Nikah, Surat Jaminan.
5.      Customer service memeriksa kelengkapan dokumen nasabah
6.      Accounting Officer menganalisis memeriksa kelengkapan dokumen nasabah lalu mensurvey tempat yang di inginkan nasabah
7.      mengidentifikasi aset oleh AO terhadap aset suplayer yang diinginkan nasabah
8.      Di Komite melakukan rapat untuk menentukan kontrak terhadap nasabah dengan akad BBA
9.      jika akad tidak disetujui maka pemberitahuan penolakan pembiayaan dan berkas dikembalikan kepada nasabah
10.  jika disetujui maka kontrak pembiyaan nasabah dan Bank dengan akad BBA
11.  maka pencairan pembiayaan bisa dilakukan di Komite
12.  selanjutnya maka pengambilan uang bisa dilakukan di Teller
13.  maka AO melakukan survey dan melakukan transaksi murobbah dengan suplayer untuk membeli aset yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan nasabah
14.  maka transaksi pembelian aset terjadi antara suplayer dan pihak Bank dengan akad murabbah
15.  kemudian AO menjual aset tersebut kepada nasabah sesuai kesepakatan atau kontrak diawal dengan menggunakan akad BBA
16.  nasabah menerima aset dari pihak Bank sesuai kesepakatan yang telah di sepakati yaitu menggunakan akad BBA
                               

1.Nasabah melakukan identifikasi dan memilih rumah yang akan dibeli
2.pengajuan BBA (Perjanjian pembelian properti)
3.Bank membeli rumah dari penjual dengan cara tunai
4.Pemilik rumah menjual rumah ke bank
5.Bank menjual rumah kepada nasabah dengan harga jual merupakan            penjumlahan harga beli dengan besar keuntungan
6.Konsumen membayar rumah yang sudah dibeli oleh bank dengan cara mencicil



Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Operasional Bank Syariah

Dosen Pengampu: Gita Danupranata, S.E., M. Si


Di Susun Oleh:
M. Zainal Abidin (20140730017)
Muhammad Taufik (20140730020)
Ario Bobby M. (20140730054)
Ahmad Hizbul S. A. (20140730008)
Raka Gilang Sunarto (20140730018)

Ekonomi Dan Perbankan Islam
Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Tahun Ajaran 2015/2016







A.    Pengertian Ba’i Istisna’    
Ba’i Istisna’ adalah memesan kepada perusahaan untuk memproduksi barang atau komoditas tertentu untuk pembeli atau pemesan. Istishna merupakan salah satu bentuk jual beli  dengan pemesanan yang mirip dengan salam yang merupakan bentuk jual beli forward  kedua yang dibolehkan dalam syariat [1]. Ketentuan umum pembiayaan istishna’  adalah spesifikasi barang dan pesanan harus jelas seperti jenis, macam ukuran, mutu dan jumlahnya. Harga jual yang telah disepakati dicantumkan dalam akad istishna’  dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan dari criteria pesanan dan terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani, seluruh biaya tambahan  tetap ditanggung nasabah.
Kontrak istishna’ menciptakan kewajiban moral bagi perusahaan untuk memproduksi barang pesanan pembeli. Sebelum  perusahaan memulai produksinya, setiap pihak dapat membatalkan kontrak  dengan memberitahukan sebelumnya kepada pihak yang lain. Namun demikian, apabila perusahaan sudah mulai memproduksinya, kontrak istishna tidak dapat diputuskan secara sepihak [3]. Dan apabila objek dari barang pesanan tidak sesuai dengan spesifikasinya, maka pemesan dapat menggunakan hak pilihan ( khiyar ) untuk melanjutkan atau membatalkan [4]. Ba’I Istishna dibolehkan sesuai dengan keputusan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia NO : 06/ DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna’.

B.     Landasan Hukum Ba’i Istishna’
1.      Hadist Nabi riwayat Tirmizi dari ‘Amr bin ‘Auf:
Yang artinya :
“perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram;dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”.
2.      Kaidah Fiqh:
Yang artinya:
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya“.

C.     Rukun Dan Syarat Ba’i Istishna’
Dalam jual beli istishna’, terdapat rukun yang harus dipenuhi, (mustashni’) yakni pihak yang membutuhkan  dan memesan barang. Dan shani’ (penjual) adalah pihak yang memproduksi barang pesanan, barang/objek (mashnu’) dan sighat (ijab qabul). Disamping itu, ulama juga menentukan beberapa syarat untuk menentukan sahnya jual beli istishna’. Syarat yang diajukan ulama untuk diperbolehkannya transaksi jual beli istishna’ adalah:
1.      Adanya kejelasan jenis, ukuran dan sifat barang, karena ia merupakan objek transaksi yang harus di ketahui spesifikasinya.
2.      Merupakan barang yang biasa ditransaksikan/berlaku dalam hubungan antarmanusia. Dalam arti, barang tersebut bukanlah barang aneh yang tidak dikenal dalam kehidupan manusia, seperti barang property, barang industry dan lainnya.
3.      Tidak boleh adanya penentuan jangka waktu, jika jangka waktu peyerahan barang ditetapakan, maka kontrak ini akan berubah menjadi akad salam, menurut pandangan Abu Hanifah.
Ketentuan Objek (barang) dalam istishna’ :
1.      Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
2.      Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3.      Penyerahannya dilakukan kemudian.
4.      Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
5.      Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
Sebagai bentuk jual beli forward, istishna’ mirip dengan salam. Namun ada beberapa perbedaan di antara keduanya, antara lain:
1.      Objek istishna’ selalu barang yang harus diproduksi, sedangkan objek salam bisa untuk barang apa saja,baik haru diproduksi lebih dahulu  maupun tidak diproduksi terlebih dahulu.
2.      Harga dalam akad salam harus dibayar penuh di muka, sedangkan harga dalam akad istishna tidak harus di bayar penuh di muka, melainkan dapat dicicil  atau dibayar di belakang.
3.      Akad salam efektif tidak dapat diputuskan secara sepihak, sementara dalam istishna akad dapat diputuskan  sebelum perusahaan  mulai memproduksi.
4.      Waktu penyerahan tertentu merupakan bagian terpenting dari akad salam, namun dalam akad istishna tidak merupakan keharusan.

D.     Aplikasi Istishna’ Saat Ini
Pada praktiknya, akad istishna yang digunakan pada KPR adalah istishna paralel. Maksudnya, konsumen yang membutuhkan rumah datang ke bank dan memesan sebuah rumah dengan spesifikasi tertentu. Konsumen dan bank lalu membuat kesepakatan serah-terima rumah, harga jual, dan mekanisme pembayarannya. Oleh karena bank bukan merupakan perusahaan pengembang, maka bank memesan lagi ke pangembang agar dibuatkan rumah yang sama yang dipesan oleh konsumen. Inilah yang dimaksud dengan istishna paralel, yaitu konsumen memesan rumah pada bank, dan bank memesan lagi ke pangembang untuk dibuatkan rumah. Dengan akad tersebut jual-beli dapat dilaksanakan walaupun objeknya belum ada.












FLOWCHART PEMBIAYAAN BA’I AL ISTISHNA


Penjelasan:

11.      Nasabah mengajukan permohonan untuk membeli kepada Bank.
22.      CS menerangkan produk pembiayaan pembelian, memberikan persyaratan atas pengajuan nasabah seperti:
·         Formulir permohonan pembiayaan untuk individu.
·         Fotocopy KTP dan Kartu Keluarga.
·         Fotocopy Surat Nikah (bila sudah menikah).
·         Asli slip gaji & surat keterangan kerja (untuk pegawai/karyawan).
·         Fotocopy mutasi rekening buku tabungan.
Serta dilakukan negosiasi atas barang yang dipesan dan juga negosiasi harga.
33.      Bank dan nasabah melakukan akad jual beli atas barang yang diminta oleh nasabah.
44.      Nasabah menerima bukti simulasi akad jual beli berupa creen atau cetakan.
55.      CS melakukan registrasi awal dan juga melakukan pengecekan atas barang yang diminta oleh nasabah.
66.      AO melakukan verifikasi pembiayaan registrasi atas barang yang diminta oleh nasabah.
77.      Kemudian CS menerima verifikasi pemesanan barang yang telah dilakukan oleh AO dan memberikan surat akad dan pemesanan barang untuk ditandatangani oleh nasabah.
88.      Nasabah menandatangani surat akad dan pemesanan barang.
99.      CS menscan surat akad dan pemesanan barang yang sudah ditandangani.
110.  Kemudian, AO membeli/memesan barang kepada suplier penjual sesuai dengan spesifikasi yang telah diminta oleh nasabah.
111.  Suplier mengirim/menyerahkan barang sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati oleh nasabah.
112.  Nasabah menerima barang dan dokumen.
113.  CS melakukan pengecekan/memastikan apakah barang yang dipesan sudah diterima oleh nasabah.
114.  Kemudian, CS melakukan pemindah buku/data.
115.  CS mengirim fee ke rekening suplier.
116.  Dan, nasabah tinggal melakukan pembayaran angsuran yang telah disepakati.