Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem
Operasional Bank Syariah
Dosen
Pengampu: Gita Danupranata, S.E., M. Si
Di
Susun Oleh:
M.
Zainal Abidin (20140730017)
Muhammad
Taufik (20140730020)
Ario
Bobby M. (20140730054)
Ahmad
Hizbul S. A. (20140730008)
Raka
Gilang Sunarto (20140730018)
Ekonomi Dan Perbankan Islam
Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Tahun Ajaran 2015/2016
A. Pengertian Ba’i Istisna’
Ba’i Istisna’ adalah memesan kepada
perusahaan untuk memproduksi barang atau komoditas tertentu untuk pembeli atau
pemesan. Istishna merupakan salah satu bentuk jual beli dengan pemesanan yang mirip dengan salam yang
merupakan bentuk jual beli forward kedua
yang dibolehkan dalam syariat [1]. Ketentuan umum pembiayaan istishna’ adalah spesifikasi barang dan pesanan harus
jelas seperti jenis, macam ukuran, mutu dan jumlahnya. Harga jual yang telah
disepakati dicantumkan dalam akad istishna’
dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan
dari criteria pesanan dan terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani,
seluruh biaya tambahan tetap ditanggung
nasabah.
Kontrak istishna’ menciptakan
kewajiban moral bagi perusahaan untuk memproduksi barang pesanan pembeli. Sebelum perusahaan memulai produksinya, setiap pihak
dapat membatalkan kontrak dengan
memberitahukan sebelumnya kepada pihak yang lain. Namun demikian, apabila
perusahaan sudah mulai memproduksinya, kontrak istishna tidak dapat diputuskan
secara sepihak [3]. Dan apabila objek dari barang pesanan tidak sesuai dengan
spesifikasinya, maka pemesan dapat menggunakan hak pilihan ( khiyar ) untuk
melanjutkan atau membatalkan [4]. Ba’I Istishna dibolehkan sesuai dengan
keputusan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia NO : 06/
DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna’.
B. Landasan Hukum Ba’i Istishna’
1.
Hadist
Nabi riwayat Tirmizi dari ‘Amr bin ‘Auf:
Yang
artinya :
“perdamaian
dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram;dan kaum muslimin terikat dengan
syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram”.
2.
Kaidah
Fiqh:
Yang
artinya:
“Pada
dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya“.
C. Rukun Dan Syarat Ba’i Istishna’
Dalam jual beli istishna’, terdapat
rukun yang harus dipenuhi, (mustashni’) yakni pihak yang membutuhkan dan memesan barang. Dan shani’ (penjual)
adalah pihak yang memproduksi barang pesanan, barang/objek (mashnu’) dan sighat
(ijab qabul). Disamping itu, ulama juga menentukan beberapa syarat untuk menentukan
sahnya jual beli istishna’. Syarat yang diajukan ulama untuk diperbolehkannya
transaksi jual beli istishna’ adalah:
1.
Adanya
kejelasan jenis, ukuran dan sifat barang, karena ia merupakan objek transaksi
yang harus di ketahui spesifikasinya.
2.
Merupakan
barang yang biasa ditransaksikan/berlaku dalam hubungan antarmanusia. Dalam
arti, barang tersebut bukanlah barang aneh yang tidak dikenal dalam kehidupan
manusia, seperti barang property, barang industry dan lainnya.
3.
Tidak
boleh adanya penentuan jangka waktu, jika jangka waktu peyerahan barang
ditetapakan, maka kontrak ini akan berubah menjadi akad salam, menurut
pandangan Abu Hanifah.
Ketentuan
Objek (barang) dalam istishna’ :
1.
Harus
jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
2.
Harus
dapat dijelaskan spesifikasinya.
3.
Penyerahannya
dilakukan kemudian.
4.
Waktu
dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
5.
Pembeli
tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
Sebagai
bentuk jual beli forward, istishna’ mirip dengan salam. Namun ada beberapa
perbedaan di antara keduanya, antara lain:
1.
Objek
istishna’ selalu barang yang harus diproduksi, sedangkan objek salam bisa untuk
barang apa saja,baik haru diproduksi lebih dahulu maupun tidak diproduksi terlebih dahulu.
2.
Harga
dalam akad salam harus dibayar penuh di muka, sedangkan harga dalam akad
istishna tidak harus di bayar penuh di muka, melainkan dapat dicicil atau dibayar di belakang.
3.
Akad
salam efektif tidak dapat diputuskan secara sepihak, sementara dalam istishna
akad dapat diputuskan sebelum
perusahaan mulai memproduksi.
4.
Waktu
penyerahan tertentu merupakan bagian terpenting dari akad salam, namun dalam
akad istishna tidak merupakan keharusan.
D. Aplikasi Istishna’ Saat Ini
Pada praktiknya, akad istishna yang
digunakan pada KPR adalah istishna paralel. Maksudnya, konsumen yang
membutuhkan rumah datang ke bank dan memesan sebuah rumah dengan spesifikasi
tertentu. Konsumen dan bank lalu membuat kesepakatan serah-terima rumah, harga
jual, dan mekanisme pembayarannya. Oleh karena bank bukan merupakan perusahaan
pengembang, maka bank memesan lagi ke pangembang agar dibuatkan rumah yang sama
yang dipesan oleh konsumen. Inilah yang dimaksud dengan istishna paralel, yaitu
konsumen memesan rumah pada bank, dan bank memesan lagi ke pangembang untuk
dibuatkan rumah. Dengan akad tersebut jual-beli dapat dilaksanakan walaupun
objeknya belum ada.
FLOWCHART PEMBIAYAAN
BA’I AL ISTISHNA
Penjelasan:
11. Nasabah mengajukan permohonan untuk
membeli kepada Bank.
22. CS menerangkan produk pembiayaan
pembelian, memberikan persyaratan atas pengajuan nasabah seperti:
·
Formulir
permohonan pembiayaan untuk individu.
·
Fotocopy
KTP dan Kartu Keluarga.
·
Fotocopy
Surat Nikah (bila sudah menikah).
·
Asli
slip gaji & surat keterangan kerja (untuk pegawai/karyawan).
·
Fotocopy
mutasi rekening buku tabungan.
Serta dilakukan
negosiasi atas barang yang dipesan dan juga negosiasi harga.
33. Bank dan nasabah melakukan akad jual
beli atas barang yang diminta oleh nasabah.
44. Nasabah menerima bukti simulasi akad
jual beli berupa creen atau cetakan.
55. CS melakukan registrasi awal dan juga
melakukan pengecekan atas barang yang diminta oleh nasabah.
66. AO melakukan verifikasi pembiayaan
registrasi atas barang yang diminta oleh nasabah.
77. Kemudian CS menerima verifikasi
pemesanan barang yang telah dilakukan oleh AO dan memberikan surat akad dan
pemesanan barang untuk ditandatangani oleh nasabah.
88. Nasabah menandatangani surat akad dan
pemesanan barang.
99. CS menscan surat akad dan pemesanan
barang yang sudah ditandangani.
110. Kemudian, AO membeli/memesan barang
kepada suplier penjual sesuai dengan spesifikasi yang telah diminta oleh
nasabah.
111. Suplier mengirim/menyerahkan barang
sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati oleh nasabah.
112. Nasabah menerima barang dan dokumen.
113. CS melakukan pengecekan/memastikan
apakah barang yang dipesan sudah diterima oleh nasabah.
114. Kemudian, CS melakukan pemindah
buku/data.
115. CS mengirim fee ke rekening suplier.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar